
Hari ini adik-adik kelas SMP (kebanyakan kelas 7 sih) belajar matematika tentang pemfaktoran dan suku banyak. Selain itu, adik-adik juga belajar tentang sistem eliminasi variabel. Ternyata, kami mengajari sesuatu yang masih belum dipelajari di kelas. Catatan ini buat kami untuk re-check kembali apa saja materi terakhir yang sudah dipelajari mereka. Nevertheless, mereka malah antusias belajar materi baru dan cepat sekali paham.
Saat jam istirahat, adik-adik tidak banyak yang menghabiskan waktu dengan bermain khususnya lato-lato (thank God! 🥲). Cara mereka mengisi waktu istirahat di kelas pun juga beragam. Ada yang menggambar Chainsaw Man. Ada yang ngobrolin topik yang lagi ‘fyp’ di tiktok (aku jadi tahu apa yang lagi tren di tiktok). Dan, ada juga yang bantuin mengajar teman sekelasnya.
Pemandangan adik yang mengajar temannya ini cukup bikin efek ninja chopping onion, hehe. Adik yang bernama Caca ini mengajar temannya yang bernama Dewi. Well, technically Dewi sebenarnya ngga ikut kelas SMP. Dewi adalah seorang anak berkebutuhan yang istimewa. Dewi dibolehkan ‘gabung’ ke kelas SMP karena beberapa adik di kelas SMP berteman dengan Dewi di lingkungan rumahnya.
Dewi memang berkebutuhan dengan kondisi sindrom Down. Aku sendiri kurang paham spektrum kondisi dari seseorang dengan kondisi tersebut. Namun, Dewi masih bisa diajak berkomunikasi dan mampu mengekspresikan dengan bahasa yang sederhana. Aku belajar untuk berbicara dengan perlahan dan intonasi yang jelas supaya komunikasinya tidak satu arah.
Saat itu, Caca sedang membantu Dewi untuk menulis dan mengeja namanya. Caca membuat garis putus-putus yang membentuk huruf nama lengkapnya (Dewi Ratnasari). Terlihat mudah kan? Namun, tidak demikian halnya bagi Dewi. Dewi terlihat kebingungan membentuk arah huruf yang memiliki lekuk (“e” , “r”, “n”, dan “s”). Awalnya, Caca biarkan Dewi untuk figuring out sendiri bagaimana membentuk hurufnya. Namun, saat ada yang salah, Caca beritahu bagaimana caranya. Aku juga jadi diminta ikut membantu mengarahkan tangan Dewi untuk menulis lekuk huruf “n” dan “s”.
Jujur, aku agak throwback saat aku masih kecil yang tidak bisa menulis huruf “k” dengan baik. Problemku kurang lebih mirip dengan Dewi. Bedanya, aku dulu merasa tanganku tidak bisa dengan luwes membuat garis diagonal/mirip pada huruf “k”. Aku bisa menulis “k” dengan benar saat tanganku dibimbing Mama dan dikasih pr oleh Mama untuk mengulang menulis huruf “k”. Kalau dipikir-pikir lagi, cara Mama itu jadi membantu tanganku punya muscle memory untuk terbiasa menulis huruf “k”.
Caca ngga berhenti cuma di situ aja, lho! Caca juga tanya ke Dewi mau belajar apa lagi. Menghitung sederhana dan menyebutkan nama hari serta bulan sesuai urutan. Dua hal yang mungkin kita pandang sederhana tapi ternyata butuh usaha yang lebih bagi seseorang untuk bisa memahaminya. Aku salut dengan Caca karena tidak ada yang meminta Caca untuk mengajari Dewi. Caca bergerak dengan inisiatifnya sendiri untuk mengisi waktu luang dengan menemani Dewi belajar.
Di sini, aku memang beraktivitas sebagai relawan pengajar. Alih-alih mengajar saja, aku malah jadi belajar banyak dari adik-adik di sini, dari antusiasme belajar hingga inisiatifnya. Memang ya, ngga ada kata usai dalam belajar, hehe. Terima kasih banyak adik-adik Terminal Hujan!
